Rakyatmerdeka.co – News, Jakarta – Kapolri Jendral Tito Karnavian menanggapi pro dan kontrak soal kewenangan diskresi polisi dalam menangani pelaku terorisme.
Tito mengatakan, polisi berwenang untuk melumpuhkan pelaku jika ada aksi yang mengancam nyawa petugas maupun masyarakat umum.
Salah satu contohnya, yakni pelaku penusukan polisi di Masjid Falatehan, Jakarta Selatan, yang ditembak di kawasan terminal Blok M.
“Kalau dia menyerah, enak tapi ini kejar-kejaran 200 meter sambil di mengacung-acungkan sangkur untuk lukai anggota lain,”ucap Tito.
Apalagi, sambung Tito, polisi merupakan sasaran utama teroris lantaran dinilai musuh dalam berperang.
Tito menegaskan bahwa kewenangan diskresi itu diatur dalam undang-undang. Ada upaya paksa yang boleh dilakukan saat petugas dalam kondisi terdesak untuk mencegah terjadinya aksi kejahatan.
Tito mengatakan, polisi di luar negeri juga mempunyai kewenangan serupa.
“Kemarin di Inggris polisi di House of Parliament juga yang diserang dengan pisau dan meninggal. Kemudian pelaku ditembak saat itu juga,”ucap Tito.
“Aturan internasional kalau terjadi incident freed yakni ancaman seketika yang bisa bahayakan petugas atau masyarakat umut, maka kita bisa melakukan tindakan mematikan,”tegas Tito.
Tito mengatakan, polisi berupaya agar tindakan yang dilakukan untuk melumpuhkan pelalu tidak sampai mematikan.
Tetpai, kalau posisinya dianggap membahayakan, maka terpaksa pelaku ditembak hingga tewas.
Menurut Tito, di Amerika pun tidak dikenal tembakakan peringatan ketika pelaku mengancam petugas kepolisian.
“Sepanjang sudah ancam petugas dan masyarakat, dan itu berbahaya, yang kita tembak bukan kakinya. Kita tembak kepalanya. Yang penting ancaman itu berhenti, bagaima pun caranya,”ucap Tito.